top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Usai Pertemuan Tingkat Menteri Kesehatan G20,Berikut Rekomendasi Pakar Kesehatan Global di Indonesia



30 Juni 2022, Jakarta – Indonesia mendapatkan apresiasi dari Negara G20 dengan mengangkat tiga isu penting dalam Kesehatan Global pada Presidensi tahun ini yaitu Tuberkulosis, One Health, dan resistensi antimikroba. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selaku Ketua Health Working Group (HWG) G20 menyelenggarakan pertemuan tingkat Menteri pertama pada 20 Juni 2022 di Yogyakarta. Pada pertemuan ini HWG melaporkan pembahasan side event tentang Tuberkulosis dan One Health yang telah diselenggarakan pada Maret dan awal Juni, serta topik resistensi antimikroba yang akan menjadi side event pertemuan HWG ketiga Agustus nanti.


Tuberkulosis adalah penyakit menular yang paling mematikan tertinggi di dunia sebelum terjadinya pandemi COVID-19. Pandemi telah mengakibatkan kemunduran dalam upaya mencapai eliminasi tuberkulosis 2030 dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Namun, situasi ini membuka peluang untuk meningkatkan investasi dan kualitas penanggulangan tuberkulosis karena kedua penyakit tersebut menular lewat udara dan mengoptimalkan sumber daya sistem kesehatan yang serupa – tenaga ahli paru, laboratorium, mesin diagnostik, promosi kesehatan serta pencarian kasus. Sebagai negara dengan beban tuberkulosis tertinggi ketiga di dunia, temuan notifikasi orang dengan tuberkulosis di Indonesia merosot semasa pandemi dari 568.987 di tahun 2019 menjadi 443.235 kasus di tahun 2021.


Prof. Adi Utarini, Guru Besar Universitas Gajah Mada dan Dewan Pengarah BRIN, menyampaikan hasil pertemuan side event tuberkulosis pada pertemuan Health Ministerial Meeting 1 (HMM 1) lalu kepada pimpinan Kesehatan Negara G20 beliau menggarisbawahi, “Mengakhiri tuberkulosis adalah bagian dari respon multisektoral dalam pendekatan One Health dan memerangi resistensi antimikroba. Namun, hambatan terbesar langkah awal dunia mengeliminasi tuberkulosis adalah kurangnya pendanaan. Diperlukan investasi yang lebih signifikan untuk penelitian dan peningkatan kapasitas sistem kesehatan dalam mengimplementasikan inovasi dan teknologi yang direkomendasikan WHO, termasuk vaksinasi baru dan penggunaan data real-time”.


Selain Negara G20, beberapa organisasi internasional menyampaikan intervensi dalam diskusi. Lucica Ditiu, Direktur Eksekutif Stop TB Partnership, menyampaikan, “Mengatasi tuberkulosis dan COVID-19 seharusnya tidak menjadi dilema bagi negara-negara G20. Jelas bahwa penyakit menular melalui udara di masa depan dapat dan harus ditangani secara bersamaan. Investasi dalam penanggulangan tuberkulosis sangat berguna untuk memerangi COVID-19 oleh karena itu kita perlu berinvestasi dengan cerdas untuk mengatasi beberapa penyakit secara bersamaan serta merespon pandemi di masa depan. Untuk itu, Pemerintah G20 perlu meningkatkan investasi karena, jika tidak, biayanya akan terus ditanggung oleh individu dan keluarga yang terkena dampak kesehatannya”.


Stop TB Partnership Indonesia (STPI) yang turut menghadiri pertemuan HWG G20 pada side event dan HMM 1 mengapresiasi kepemimpinan Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin dalam menggalang kerja sama multilateral untuk mengakhiri epidemi tuberkulosis. “Kepemimpinan Indonesia berhasil memfokuskan Negara G20 untuk menggalang investasi penanggulangan tuberkulosis. Baik melalui kebijakan domestik maupun internasional serta dukungan yang kuat untuk 7th replenishment Global Fund to Fight Against HIV/AIDS, Tuberculosis and Malaria. Selanjutnya, Pemerintah Indonesia perlu memastikan penyelerasan agenda peningkatan investasi ini di nasional dan sub-nasional karena berdasarkan WHO Global TB Report 2021, masih ada gap USD 515 juta untuk program tuberkulosis di Indonesia”, menurut Ketua Yayasan STPI dr. Nurul Nadia Luntungan, MPH.


Pada pertemuan tersebut, Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, yang mewakili Indonesia untuk memaparkan progress dari Side Event One Health. Beliau juga menjadi salah satu narasumber pada side event tuberkulosis dan mengakui bahwa Presidensi Indonesia membuahkan legacy dalam upaya dunia memerangi penyakit tersebut di tingkat global. “Dalam pertemuan HMM, Negara G20 menyatakan ingin memprioritaskan investasi dalam penanggulangan tuberkulosis untuk vaksin yang efektif, artificial intelligence untuk diagnosis, dan real-time data surveillance. Oleh sebab itu, upaya kolektif G20 mengatasi tuberkulosis perlu mengoptimalkan peran dan keterlibatan sektor swasta di G7 maupun Global Southcountries. Para peneliti, pengusaha, dan perusahaan di Indonesia mempunyai peluang dalam penelitian maupun manufaktur untuk terlibat memecahkan permasalahan dalam mengakhiri tuberkulosis di Indonesia maupun secara global”, ujar beliau.

 

Tentang Stop TB Partnership Indonesia

Yayasan Kemitraan Strategis Tuberkulosis Indonesia atau Stop TB Partnership Indonesia (STPI) meyakini bahwa eliminasi tuberkulosis di Indonesia bisa dicapai dengan dilandasi kemitraan yang kuat antara unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. STPI dimulai sebagi Forum kemitraan kemudian mengubah diri menjadi Yayasan pada 2018. STPI bersama para mitra strategis memprakarsai upaya advokasi ke berbagai sektor untuk mempengaruhi kebijakan tuberkulosis secara nasional, membangun model tata kelola penanganan tuberkulosis lintas sektor di kabupaten dan desa, serta mengkampanyekan isu TUBERKULOSIS di media sosial dan media massa. STPI tetap memfasilitasi kegiatan forum yang menjadi wadah bagi lebih dari 120 organisasi dan individu peduli tuberkulosis di Indonesia.


Narahubung:

Thea Yantra Hutanamon

+62 812 9808 6223 | thea.h@stoptbindonesia.org

Partnership & Development Manager

Stop TB Partnership Indonesia


104 tampilan0 komentar

Comentarios


Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page