top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Saat TBC Menguji, Cinta Tetap Abadi

Stop TB Partnership ID

Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota pada tahun 2023, cinta dan kesetiaan diuji oleh penyakit yang tak kenal ampun. Wili, seorang ibu muda dengan dua anak, mendapati tubuhnya semakin lemah oleh batuk yang tak kunjung reda. Berat badannya turun drastis, wajahnya pucat, dan setiap tarikan napasnya terasa berat. Andi, sang suami, hanya bisa menatap dengan mata penuh cemas.


"Aku sudah ke sana kemari, Andi. Obat dari klinik hanya meredakan sebentar, tapi batuk ini tak jenuh - jenuh untuk datang kembali," keluh Wili, suaranya parau.


Andi mengangguk, menahan gundah yang menggelayuti dadanya. Ia tahu istrinya sakit, tapi tak tahu harus berbuat apa dan harus mengadu kemana. Sampai akhirnya, hasil pemeriksaan di puskesmas memberikan jawaban yang menggetarkan hatinya— Wili dinyatakan TBC Resistan Obat (TBC-RO), dimana  Wili harus menjalani pengobatan panjang (18 bulan) yang berat, penuh efek samping yang melelahkan.


"Aku akan selalu di sini," ujar Andi, menggenggam tangan Wili erat. Ia menatap istrinya dengan keyakinan penuh, karena cuma itu keteguhan satu -satunya yang Andi bisa berikan.


Hari-hari berat pun dimulai. Wili harus meminum obat setiap hari meski efek samping menyerangnya tanpa ampun. Kakinya nyeri, tubuhnya lemas, bahkan kulitnya mulai menghitam. "Aku tidak sanggup lagi, Andi. Wajahku menghitam, aku malu padamu" bisiknya suatu malam, air mata mengalir di pipinya tanpa jeda.


Andi menghela napas panjang, lalu duduk di sampingnya. Dengan penuh kasih, ia mengusap punggung istrinya dan berbisik, "Kita punya anak-anak yang menunggu ibunya sehat. Kamu harus bertahan. Aku akan selalu ada di sini."


Demi Wili, Andi melakukan segala cara. Ia merelakan pekerjaannya yang sudah mapan, memilih menjadi driver ojol agar bisa menyesuaikan waktu dengan kebutuhan istrinya, karena nyawa istri tak terbayarkan oleh apapun. Setiap kontrol ke rumah sakit, ia selalu menemani. Setiap kali Wili ragu minum obat, ia membujuk dengan sabar. "Minum dulu, nanti aku pijitin kaki kamu atau kamu mau aku belikan cemilan?" ujarnya dengan senyum hangat.


Namun, ujian mereka belum selesai. Kedua anak mereka juga harus menjalani pengobatan TBC, sang bungsu terserang TBC SO dan sulung menelan Terapi Pencegahan TBC (TPT). Tak ingin menambah beban Wili, Andi memutuskan menitipkan anak-anak mereka sementara waktu kepada tetangga yang dapat dipercaya. "Mereka akan baik-baik saja, yang penting kamu sembuh dulu," katanya dengan mata berkaca-kaca.


Bulan demi bulan berlalu. Wili terus berjuang, dan Andi tetap teguh di sisinya. Setiap pil yang ditelan, setiap rasa sakit yang ditahan, semua berujung pada harapan yang semakin terang. Hingga akhirnya, pada Januari 2025, dokter menyatakan Wili sembuh.


Andi tak bisa menahan air mata bahagianya. "Kita berhasil, Sayang," ucapnya, memeluk istrinya erat.

Sebagai bentuk rasa syukur, Andi menghadiahi Wili perjalanan kecil bersama keluarga mereka. "Kamu mau ke mana? Bebas, yang penting kita bersama," katanya, senyum merekah di wajahnya.


Ibu Nurjanah, kader TBC yang selama ini menemani perjalanan mereka, menatap pasangan itu dengan haru. "Jarang sekali ada pasangan seperti kalian. Banyak pasien yang justru ditinggalkan pasangannya saat sakit. Kalian adalah bukti bahwa cinta sejati itu ada."


Bulan kasih sayang ini bukan hanya tentang bunga dan cokelat. Ini tentang pengorbanan, ketulusan, dan keyakinan bahwa cinta bisa menjadi obat paling ampuh dalam menghadapi penyakit. Terima kasih kepada para pejuang yang tetap mendukung pasien TBC. Perjuangan ini bukan milik satu orang, tapi milik kita semua.


12 tampilan1 komentar

1 Comment


faiz
sehari yang lalu

Nangis bangeeet. Semoga cintanya kekal abadi😭

Like

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

HUBUNGI KAMI

Gedung Medco 1, Lt. 2
Jl. Ampera Raya 18-20, Cilandak Timur, Pasar Minggu, 
Jakarta Selatan, 12560

Telp: (021) 782 1932

  • Instagram
  • twitter
  • facebook
  • Youtube
bottom of page