Keterlibatan Stop TB Partnership Indonesia dalam Asia Pacific Virtual TB Summit
Sejak Asia Pacific TB Summit diselenggarakan di Manila pada bulan Mei 2017, keanggotaan dan cakupan Kaukus TBC Asia Pasifik telah berkembang secara signifikan. Saat ini di Asia Pasifik, Kaukus TBC Nasional telah dibentuk di Australia, India, Jepang, Korea Selatan, Mongolia, Nepal, Selandia Baru, Filipina, Pakistan, dan Vietnam. Selain itu, empat negara lainnya juga sedang berproses untuk mendeklarasikan Kaukus TBC Nasional, termasuk Indonesia dan Bangladesh. Kemajuan positif ini perlu untuk dibagikan di antara negara-negara Asia Pasifik untuk mendukung respon nasional terhadap TBC serta mendorong kolaborasi regional.
Asia Pacific Virtual TB Summit kembali diselenggarakan pada tanggal 3 Desember 2020. Sebagai platform bagi anggota parlemen untuk berbagi pengalaman dan pembelajaran, pertemuan ini bertujuan untuk mempertukarkan pengalaman negara-negara Asia Pasifik dalam menanggulangi beban ganda TBC dan COVID-19, serta mendiskusikan ranah-ranah potensial bagi koordinasi dan kolaborasi regional.
Dalam pertemuan ini, Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bekerja bersama Global TB Caucus (GTBC) dan Komisi IX DPR RI dalam mereformulasikan informasi-informasi terkait gagasan dan praktek baik penanggulangan TBC di Indonesia semasa pandemi COVID-19 yang terkumpul dalam “Pertemuan Virtual TB Nasional 2020” untuk dipertukarkan di tingkat Asia Pasifik.
Heny Akhmad (Direktur Eksekutif, STPI) menjelaskan bahwa,
"Upaya penanggulangan TBC selalu bersifat dinamis dari waktu ke waktu. Saat ini, upaya penanggulangan TBC di seluruh negara Asia Pasifik diharuskan untuk beradaptasi dalam menghadapi beban ganda TBC dan COVID-19, tidak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, komitmen di tingkat nasional dalam penanggulangan TB tetap tinggi sepanjang pandemi COVID-19. Meskipun demikian, Indonesia masih perlu belajar dalam menerjemahkan komitmen-komitmen tersebut ke berbagai dimensi dan lingkup implementasi."
drg. Putih Sari (Anggota Komisi IX DPR RI) sebagai delegasi Indonesia dalam pertemuan ini menjelaskan bahwa dampak pandemi COVID-19 terhadap penanggulangan TBC di Indonesia terlihat sangat jelas melalui hasil evaluasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama STPI dan organisasi masyarakat sipil lainnya yang menunjukkan adanya gangguan dalam pemantauan dan pelayanan pengobatan. Hal ini berimplikasi pada menurunnya cakupan pengobatan TB dari 67% menjadi 28%, dan tingkat deteksi kasus menjadi sekitar 50%, jauh di bawah target yang ditetapkan untuk tahun 2020, yaitu 80%.
Guna memitigasi dampak COVID-19 terhadap upaya penanggulangan TBC, lanjut drg. Putih Sari, terdapat beberapa pendekatan yang dilakukan, antara lain:
Memastikan layanan pencegahan, diganosis, pengobatan, dan perawatan TBC dapat berjalan secara paralel dengan respon COVID-19, sebagaimana diinstruksikan Presiden dengan dukungan penuh dari DPR.
Memprioritaskan masyarakat dengan resiko tertular tinggi (tenaga kesehatan, lansia, ibu hamil, anak-anak, dan penderita penyakit penyerta) dalam tindakan penanggulangan TBC dan COVID-19.
Menyediakan alat pelindung diri untuk semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam pemberian layanan TBC.
Selain itu, DPR telah berhasil mengadvokasikan peningkatan alokasi anggaran penanggulangan TBC nasional. Pada tahun 2021, alokasi anggaran untuk penanggulangan TBC di Indonesia mengalami peningkatan tiga kali lipat lebih besar dari tahun sebelumnya untuk memastikan bahwa layanan TBC di dapat berfungsi sebagaimana seharusnya semasa pandemi COVID-19. Di samping itu, DPR juga akan terus mendorong diterbitkannya Peraturan Presiden tentang Penanggulangan Tuberkulosis sesegera mungkin.
drg. Putih Sari menutup paparannya dengan menyampaikan pendapatnya bahwa,
"TBC tidak pernah menjadi masalah sederhana dan mudah. Penyakit ini memiliki beragam determinan yang membuatnya bertahan, terutama pada belahan dunia yang miskin dan terabaikan. Guna mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Kami membutuhkan komitmen dan tindakan yang tegas dari semua sektor di semua tingkatan untuk bekerja bersama kami. Ke depannya, upaya eliminasi TBC harus lebih mengedepankan akuntabilitas, visibilitas, dan lebih banyak advokasi untuk mengakomodasi ke-multidimensi-an penyakit tersebut."
Pertemuan Asia Pacific Virtual TB Summit menghasilkan “Pernyataan Bersama regional” anggota-anggota Kaukus TBC Asia Pasifik untuk berkomitmen menerapkan pengalaman yang diperoleh selama lima tahun terakhir di garis depan upaya advokasi politik dalam penanggulangan TBC, dan menggunakan segala kemampuan yang dimiliki untuk mendorong adanya tindakan berkelanjutan dari Pemerintah untuk mengendalikan pandemi COVID-19, mengingat signifikannya dampak yang dihadirkan COVID-19 terhadap layanan TBC.
Comments