top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

High Level Meeting Tuberculosis 2022

Evaluasi yang sudah dilakukan setelah setahun terbitnya Perpres No. 67 Tahun 2022

Ibu Dr. dr. Herlin Ferliana, M.Kes; Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS; Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU..; dan yang terakhir drg. Agus Suprapto, M.Kes

Surabaya - Pada 8 hingga 10 November 2022 Tim Kerja Tuberkulosis dan ISPA Kementerian Kesehatan RI melaksanakan kegiatan High Level Meeting Tuberculosis 2022 yang bertajuk ‘Aksi Tim Percepatan Penanggulangan TBC (TP2TB) Menuju Eliminasi TBC Upaya Tindak Lanjut Perpres No. 67 Tahun 2021’ di Hotel Shangri-La, Surabaya. Kegiatan ini melibatkan berbagai pejabat pemerintahan lintas Kementerian, pemerintah daerah, lintas sektor dan mitra pengendalian tuberkulosis (TBC) lainnya untuk menindaklanjuti Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC.


High Level Meeting ini diawali dengan sambutan oleh Bapak dr. Imran Pambudi, M.P.H.M. sebagai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular. Beliau menyampaikan, “Dengan adanya High Level Meeting (HLM) Tuberculosis 2022 ini, kita bisa melakukan evaluasi terkait apa yang sudah dilakukan selama setahun setelah terbitnya Perpres” ujar beliau dalam sambutannya pada 8 November 2022.


Pertemuan dilanjutkan dengan diskusi panel pertama “Paparan best practice keterlibatan multisektor dalam penanggulangan TBC di Indonesia” yang dimoderatori oleh Bapak Erman Varella selaku Program Manager Stop TB Partnership Indonesia (STPI). Narasumber yang diundang adalah Ibu dr. Nursaidah Sirajuddin, M.Kes Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar; dr. Yeni Purnamasari, MKM selaku General Manager Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa; dan Ruli Oktavian, S.ST. IAI sebagai Ketua Yayasan Arsitektur Hijau Nusantara (YAHINTARA). Masing–masing narasumber memaparkan praktik baik yang telah dilakukan oleh instansi mereka yaitu: melakukan advokasi untuk peningkatan anggaran penanggulangan TBC di Kota Makassar, melakukan pemberdayaan ekonomi pasien TBC bersama POP-TB Indonesia melalui pelatihan pembuatan telur asin oleh Dompet Dhuafa, serta menyiapkan dukungan rumah yang memenuhi syarat rumah sehat yaitu Rumah Harapan (renovasi dan membangun rumah pasien TBC) dan Rumah Singgah (rumah isolasi 14 hari bagi pasien TBC) oleh YAHINTARA.


Pada hari kedua, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS yang menyampaikan laporan penyelenggaraan acara kepada para peserta dan tamu undangan. Selanjutnya, direktur RSUD Haji Provinsi Jawa Timur Ibu Dr. dr. Herlin Ferliana, M.Kes. menyampaikan dalam sambutannya bahwa “Rasanya rapat seperti ini sudah sering kita lakukan sejak tahun 1970-an, berkoordinasi dengan semua sektor. Berarti untuk tahun ini harus ada sesuatu yang beda karena selama 32 tahun kita bekerja dengan keras ternyata angka TBC masih dengan gagahnya sebesar itu (posisi ke-2 dunia)” ujar beliau.


Menteri Kesehatan Bapak Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU menyampaikan arahan kepada para pemangku kepentingan penanggulangan TBC, “Identifikasi kasus TBC perlu ditargetkan 60 ribu per bulan by name by address mulai Januari 2023 agar bisa mencapai eliminasi TBC di tahun 2030” ujar beliau. Selain itu, beliau berpesan semua pihak perlu membuat rencana strategis penanggulangan TBC agar 60 ribu kasus TBC per bulan tersebut bisa tercapai, mulai dari hal terkecil terlebih dahulu misalnya semua dokter paru harus melaporkan temuan kasus TBC ke SITB atau dengan memberikan tambahan SKP bagi dokter jika melaporkan hasil temuannya.

Setelah menyampaikan sambutannya, Menteri Kesehatan RI juga meresmikan peluncuran kegiatan skrining X-Ray dan pemberian terapi pencegahan TBC pada kontak serumah pasien TBC secara serentak di 26 Kabupaten/Kota serta peluncuran obat TBC dosis harian buatan dalam negeri.


Acara selanjutnya yaitu penandatanganan deklarasi oleh perwakilan perusahaan (PT. Amerta Indah Otsuka, PT. Otsuka Indonesia, PT. Panasonic Gobel Life Solution Indonesia, PT. Bank Mandiri, PT. Otsuka Distribution Indonesia, PT. Jayamas Industri Medica Industri Tbk. - Onemed, PT. Widatra Bakti, PT. Merapi Utama Pharma, PT. Lautan Otsuka dan PT. Biofarma) dalam implementasi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja.


Pertemuan dilanjutkan sesi diskusi panel ke-2 dimoderatori oleh Asisten Deputi P2P, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, dr. Nancy Dian Anggraeni, M.Epid. Dalam diskusi tersebut para narasumber menyampaikan komitmen oleh masing-masing instansi. Kepala Subdirektorat Pendidikan Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama, Dr. Basnang Said menyampaikan Kementerian Agama akan menyesuaikan Peraturan Presiden No.82 tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren untuk menempatkan satu dokter di poliklinik pesantren ; Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan Kementerian Desa PDTT, Bapak Sugito, menjelaskan bahwa Kementerian Desa menerbitkan Peraturan Menteri Desa PDTT No. 8 Tahun 2022 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 dengan TBC sebagai salah satu prioritasnya; serta, Koordinator Perawatan Kesehatan Khusus dan Rehabilitasi Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Ibu dr. Hetty Widiyastuti, menyampaikan upaya penghilangan stigma dan diskriminasi pada populasi risiko tinggi TBC di populasi rentan dengan menerbitkan dokumen Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis di Unit Pelaksanaan Teknis Pemasyarakatan Tahun 2020-2024 oleh Kementerian Hukum dan HAM .


Pertemuan dilanjutkan dengan diskusi panel ke-3 dimoderatori oleh Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama selaku Komite Ahli TBC. Narasumber pertama adalah Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu selaku Dirjen P2P Kemenkes RI yang menyampaikan bahwa dalam memperkuat active case finding salah satu masalah besar apabila tidak memperkuat monitoring pengobatan maka akan menimbulkan permasalahan baru lainnya, maka hal yang harus dilakukan adalah dengan mengawal dengan baik kedua proses tersebut, baik active case finding maupun coverage treatment dan success rate-nya.


Pembicara kedua pada panel ke-3 adalah drg. Agus Suprapto, M.Kes. selaku Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan yang menyampaikan bahwa Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan membentuk aksi Program Terpadu Kemitraan Penanggulangan Tuberkulosis (PROTEKSI) sebagai Wadah Kemitraan Penanggulangan Tuberkulosis (WKPTB) bagi para mitra dan kementerian dalam penanggulangan TBC yang diharapkan dapat menjadi tempat bersinergi, sinkronisasi dan kolaborasi multisektor dalam mengeliminasi TBC di tahun 2030


Dalam pertemuan ini juga dilakukan Focus Group Discussion (FGD) menghimpun gagasan tindak lanjut untuk meningkatkan temuan kasus TBC, meningkatkan keberhasilan pengobatan dan meningkatkan cakupan pemberian TPT.


Hasil FGD oleh para peserta dari isu pertama (peningkatan kasus TBC) yaitu dengan menunjuk SDM khusus pencatatan dan pelaporan TBC yang dilakukan oleh unit rekam medis faskes terkait; memberi tenggat waktu pencatatan dan pelaporan TBC; serta membuat hari entry SITB bagi faskes yang memiliki kendala pelaporan real time.


Selain itu, beberapa tambahan langkah dalam meningkatkan cakupan temuan kasus TBC adalah sebagai berikut: memetakan populasi berisiko berbasis wilayah, menguatkan peran Puskesmas, memastikan adanya pendanaan TBC di tingkat desa dan implementasi active case finding di kelurahan/desa, skrining TBC dengan gejala TBC/X-Ray serta seluruh faskes memahami update kriteria gejala TBC terbaru dan menambahkan indikator pemantauan positivity rate.


Isu kedua yang dibahas yaitu langkah yang harus dilakukan dalam meningkatkan keberhasilan pengobatan TBC. Hal yang diperlukan adalah adanya kebijakan menggunakan regimen baru yang lebih pendek dan minim efek samping, advokasi jejaring pengaman sosial untuk pasien dan keluarga serta advokasi akses layanan TBC sesuai standar, menghapuskan stigma di tempat kerja, mekanisme reward and punishment dari Kementerian Dalam Negeri bagi pemerintah daerah yang tidak berkomitmen untuk anggaran TBC, Kemenko PMK dijadikan pengawas CCM, menggunakan dana filantropi untuk dukungan non kesehatan dan advokasi legislatif.


Usulan solusi bagi permasalahan penggunaan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) yaitu diantaranya: penguatan pengetahuan keluarga/orang tua serta tenaga kesehatan bagi pasien yang TBC, memasukkan isu TPT pada Perpres No.67 tahun 2021 tentang penanggulangan TBC, penyediaan logistik TPT harus dari pusat pemerintah, monitoring reguler oleh kemenkes, memastikan mapping kebutuhan target yang ditetapkan Kemenkes dan penguatan validasi data secara rutin.


Sebagai penutup, Bapak dr. Imran Pambudi, M.P.H.M. sebagai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular menyimpulkan bahwa program TBC perlu didorong komitmen kuat oleh pemerintah daerah bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain. Selain koordinasi dengan sektor lain, koordinasi dengan program lain itu juga perlu dukungan yang kuat, misalnya menggandengkan program TBC dengan penanggulangan Gizi di pelaksanaan Posyandu.


Dalam mengeliminasi TBC 2030, semua sektor perlu berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi program TBC. Kebijakan penanggulangan TBC telah dibentuk dalam Perpres No.67 Tahun 2021 yang telah menetapkan siapa dan apa saja yang perlu dilakukan oleh semua sektor untuk terlibat dalam penanggulangan TBC. Sisa delapan tahun menuju eliminasi TBC 2030, maka dari itu sudah bukan waktunya untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Kesehatan karena TBC adalah masalah kita bersama.


149 tampilan0 komentar

Comments


Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page