Direktur Eksekutif STPI dr. Henry Diatmo Menyayangkan Efisiensi Anggaran Belanja Kementerian Kesehatan 2025 yang Capai Rp 19,6 Triliun, Dikhawatirkan Melemahkan Upaya Eliminasi

Jakarta, 10 Februari 2025 – Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia (STPI), dr. Henry Diatmo, menyayangkan kebijakan efisiensi anggaran belanja Kementerian Kesehatan pada tahun 2025 yang mencapai Rp 19,6 triliun dari total belanja Rp 105,6 triliun. Efisiensi anggaran ini dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap upaya penanganan tuberkulosis (TBC) di Indonesia dan memperlemah pencapaian target eliminasi TBC pada tahun 2030, yang telah menjadi komitmen pemerintah.
TBC telah lama menjadi salah satu prioritas utama dalam kebijakan kesehatan nasional, bahkan telah dipromosikan sebagai program prioritas quick win oleh pemerintah. Meski ada kemajuan dalam penanggulangan penyakit ini, pengurangan anggaran yang signifikan berisiko menghambat langkah-langkah penting yang masih dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit ini dengan efektif. Padahal, TBC tetap menjadi masalah kesehatan terbesar kedua di Indonesia, dengan estimasi lebih dari 1 juta kasus TBC.
Dampak Efisiensi Anggaran terhadap Upaya Eliminasi TBCdr. Henry Diatmo mengungkapkan kekhawatirannya bahwa efisiensi anggaran yang terlalu besar dapat merusak program-program pengendalian TBC yang sudah berjalan, seperti riset & inovasi TBC, pengadaan alat, pengobatan berbasis DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) serta kampanye kesadaran masyarakat. Tanpa dukungan finansial yang memadai, Indonesia akan kesulitan mencapai target eliminasi TBC pada 2030, yang merupakan bagian dari komitmen global dalam Sustainable Development Goals (SDGs).
“Sangat disayangkan adanya pemangkasan anggaran yang begitu besar dalam waktu yang singkat, yang tentu akan berdampak pada banyak sektor pembangunan, termasuk upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, seperti dalam pemberantasan TBC. Kami berharap bahwa meskipun efisiensi anggaran perlu dilakukan, pemenuhan hak dasar kesehatan, khususnya bagi orang dengan TBC, tetap menjadi prioritas, karena TBC adalah penyakit menular yang dapat diobati, namun hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia”. Ujar dr. Henry
dr. Henry juga menambahkan “Kami juga mengharapkan adanya transparansi dalam pengelolaan anggaran serta pelibatan masyarakat sipil, sehingga semua pihak dapat bekerja sama dan berkolaborasi dalam menghadapi tantangan serta keterbatasan sumber daya yang saat ini dihadapi oleh pemerintah”
Komitmen Pemerintah yang Perlu Dijaga“Mengingat TBC sudah menjadi program prioritas quick win pemerintah, Stop TB Partnership Indonesia mengimbau agar kebijakan efisiensi anggaran ini tidak mengorbankan tujuan strategis pengendalian TBC. Target eliminasi TBC pada 2030 harus tetap menjadi prioritas yang dijaga dengan alokasi anggaran yang cukup, mengingat tantangan yang semakin besar, termasuk munculnya strain TBC yang lebih resisten terhadap obat”.
“Hal ini juga akan berpotensi berdampak kepada pelibatan komunitas dilapangan, seperti kegiatan pelacakan kasus dan juga pendampingan Orang Dengan TBC”
Harapan untuk Masa Depan yang Bebas TBC“Stop TB Partnership Indonesia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali efisiensi anggaran untuk sektor kesehatan, khususnya dalam penanggulangan TBC. Diperlukan komitmen lebih besar dari semua pihak untuk mencapai Indonesia bebas TBC pada 2030. Selain itu, kami juga menyerukan agar masyarakat dan sektor swasta turut berperan aktif dalam mendukung upaya eliminasi TBC melalui kampanye edukasi, deteksi dini, serta pengobatan yang tepat waktu”.
Comments